Fatmawati
Soekarno. Nama salah satu istri presiden pertama Indonesia ini tentu tidak
asing lagi di telinga. Saat di bangku sekolah kita sering mendengar nama
tersebut, bahkan nama ini juga digunakan sebagai nama bandara di Bengkulu yang
merupakan kota kelahiran ibu Fatmawati dan nama jalan di Jakarta serta beberapa
kota lainnya di Indonesia.
Lalu apa sebenarnya peran beliau dalam perjuangan bangsa Indonesia? Apakah hanya sebatas penjahit bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945? Tentu saja tidak.
Lalu apa sebenarnya peran beliau dalam perjuangan bangsa Indonesia? Apakah hanya sebatas penjahit bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945? Tentu saja tidak.
Perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai
puncak dengan diproklamasikannya Indonesia pada 17 Agustus 1945 di jalan
Pegangsaan Timur 56 Jakarta oleh Soekarno-Hatta. Pengibaran Bendera Merah Putih
pun menjadi simbol bebasnya Indonesia dari tangan penjajah. Lalu siapakah dari
sekian banyak tokoh dan pejuang bangsa ini pada saat itu yang memikirkan arti
penting dari sebuah bendera bagi bangsa yang merdeka?
Hanya Fatmawati satu-satunya orang yang memikirkan dan telah mempersiapkan bendera merah putih itu satu setengah tahun sebelum Indonesia merdeka. Hal ini diungkapkan Fatmawati dalam bukunya yang berjudul: Catatan Kecil Bersama Bung Karno.
Hanya Fatmawati satu-satunya orang yang memikirkan dan telah mempersiapkan bendera merah putih itu satu setengah tahun sebelum Indonesia merdeka. Hal ini diungkapkan Fatmawati dalam bukunya yang berjudul: Catatan Kecil Bersama Bung Karno.
Ketika akan
melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum
ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih
dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada
salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku.
Dari petikan paragraph di atas, cukup jelas
bahwa peran Fatmawati bukan hanya sebagai penjahit bendera pusaka merah
putih sebagaimana yang ada di buku-buku sejarah sekolah dan dipahami
generasi-generasi saat ini. Namun, ide dari pemikiran beliau telah mampu
melewati batas-batas pemikiran para pejuang bangsa Indonesia lainnya pada saat
itu.
Perjalanan ibu Fatmawati menemani perjuangan Bung Karno
Setelah Proklamasi, keesokan harinya 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Tugas pemimpin negara di zaman revolusi sangat berat dalam
mempertahankan kemerdekaan dari bangsa asing yang ingin kembali menjajah
Indonesia.
Tugas berat tersebut secara otomatis dipikul juga oleh Fatmawati sebagai ibu negara. Tidak jarang Soekarno menjadikannya tempat berbagi keluh kesah dan bertukar ide dalam menjalankan perjuangannya.
Tugas berat tersebut secara otomatis dipikul juga oleh Fatmawati sebagai ibu negara. Tidak jarang Soekarno menjadikannya tempat berbagi keluh kesah dan bertukar ide dalam menjalankan perjuangannya.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak
diterima secara positif oleh Belanda. Belanda datang lagi ke Indonesia untuk
kembali mengusai Indonesia. Keadaan menjadi tegang, banyak rakyat yang mencari
perlindungan, tidak terkecuali Fatmawati.
Dalam buku berjudul ‘Fatmawati Soekarno, the first lady’ disebutkan bahwa Presiden Soekarno dan Fatmawati harus berpindah-pindah untuk menghindari penangkapan. Bahkan untuk mengelabuhi musuh, selama satu bulan Fatmawati menyamar menjadi tukang pecel dan Soekarno menyamar menjadi tukang sayur dengan gaya berjalan pincang. Sementara Guntur dititipkan kepada neneknya di Bogor.
Dalam buku berjudul ‘Fatmawati Soekarno, the first lady’ disebutkan bahwa Presiden Soekarno dan Fatmawati harus berpindah-pindah untuk menghindari penangkapan. Bahkan untuk mengelabuhi musuh, selama satu bulan Fatmawati menyamar menjadi tukang pecel dan Soekarno menyamar menjadi tukang sayur dengan gaya berjalan pincang. Sementara Guntur dititipkan kepada neneknya di Bogor.
Karena kondisi Jakarta yang mencekam, maka
Soekarno dan keluarganya diungsikan di daerah Sukanegara Jawa Barat, suatu
daerah di lereng gunung dan banyak perkebunan teh. Mereka berdiam di gubuk yang
terbuat dari dinding bambu tanpa penerangan listrik.
Situasi Jakarta yang tidak kunjung aman mengharuskan pusat pemerintahan Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, Fatmawati sering mendampingi Soekarno meninjau daerah-daerah, komunitas sosial dan memberikan pidato bagi rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membangun negara. Di Yogyakarta pulalah pada 23 Januari 1946, Fatmawati melahirkan anak keduanya dan diberi nama Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri.
Situasi Jakarta yang tidak kunjung aman mengharuskan pusat pemerintahan Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, Fatmawati sering mendampingi Soekarno meninjau daerah-daerah, komunitas sosial dan memberikan pidato bagi rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membangun negara. Di Yogyakarta pulalah pada 23 Januari 1946, Fatmawati melahirkan anak keduanya dan diberi nama Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri.
19 Desember 1948 Belanda membombardir
Yogyakarta. Beberapa hari kemudian, Soekarno dan Hatta diasingkan ke Pulau
Bangka. Hal ini tentunya membuat Fatmawati khawatir.
Tidak lama setelah itu, Fatmawati diusir dari Istana Kepresidenan, lalu beliau dan anak-anaknya tinggal di sebuah rumah tanpa jendela dan pintu di Batanawarsa dekat kali Code. Keadaan ekonomi mereka pun sangat memprihatinkan pada saat itu.
Tidak lama setelah itu, Fatmawati diusir dari Istana Kepresidenan, lalu beliau dan anak-anaknya tinggal di sebuah rumah tanpa jendela dan pintu di Batanawarsa dekat kali Code. Keadaan ekonomi mereka pun sangat memprihatinkan pada saat itu.
Beberapa dokumentasi perjalanan Fatmawati menemani tugas kenegaraan Bung Karno |
(Baca Juga: Wisata Sejarah RumahPengasingan Bung Karno di Bengkulu)
Hingga akhirnya pada 6 Juli 1949 Soekarno
kembali ke Istana dengan kemenangan. Pusat pemerintahan pun kembali ke Jakarta
pada 29 Desember 1949. Sebagai ibu negara, Fatmawati selalu setia menemani
Soekarno dalam kunjungan dan penyambutan tamu kenegaraan.
Selain itu Fatmawati juga aktif dalam membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat, pendidikan, kesehatan, anak terlantar dan penyandang cacat. Dalam tugasnya sebagai pembina persit, Persatuan Istri Tentara, Fatmawati selalu berpesan agar mereka selalu menjaga persatuan diantara mereka melalui kerjasama dan tugas-tugas sosial.
Fatmawati selalu mencurahkan seluruh perhatiannya untuk keluarga. Sesibuk apapun, beliau selalu menyempatkan diri untuk memasak dan mengurusi anak-anaknya. Dalam bidang seni, Fatmawati pandai bermain piano, menyanyikan lagu pop daerah, bahkan beliaulah yang mempopulerkan lagu Anging Mammiri di selingkaran Nusantara.
Selain itu Fatmawati juga aktif dalam membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat, pendidikan, kesehatan, anak terlantar dan penyandang cacat. Dalam tugasnya sebagai pembina persit, Persatuan Istri Tentara, Fatmawati selalu berpesan agar mereka selalu menjaga persatuan diantara mereka melalui kerjasama dan tugas-tugas sosial.
Fatmawati selalu mencurahkan seluruh perhatiannya untuk keluarga. Sesibuk apapun, beliau selalu menyempatkan diri untuk memasak dan mengurusi anak-anaknya. Dalam bidang seni, Fatmawati pandai bermain piano, menyanyikan lagu pop daerah, bahkan beliaulah yang mempopulerkan lagu Anging Mammiri di selingkaran Nusantara.
Soekarno, Fatmawati dan anak-anaknya Sumber foto: Cover belakang buku 'Fatmawati Sukarno, the First Lady' |
Pada 14 Mei 1980, Ibu Fatmawati meninggal di
Kuala Lumpur, Malaysia, dalam perjalanannya sepulang dari umroh. Dari pernikahannya dengan Soekarno, beliau memiliki 5 orang anak, yaitu Guntur, Megawati, Rahmawati, Sukmawati, dan Guruh. Fatmawati
meninggal pada usia 57 tahun dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Atas jasa-jasa besarnya kepada bangsa Indonesia dalam perjuangan merajut negeri. Atas ide-idenya yang luar biasa bagi negeri ini, atas kesetiaannya menemani perjuangan Bung Karno, serta atas keaktifannya dalam berbagai kegiatan sosial, putri asli Bengkulu ini dianugerahi gelar pahlawan pada 4 November 2000, berdasarkan Keppres No. 118/TK/2000.
Atas jasa-jasa besarnya kepada bangsa Indonesia dalam perjuangan merajut negeri. Atas ide-idenya yang luar biasa bagi negeri ini, atas kesetiaannya menemani perjuangan Bung Karno, serta atas keaktifannya dalam berbagai kegiatan sosial, putri asli Bengkulu ini dianugerahi gelar pahlawan pada 4 November 2000, berdasarkan Keppres No. 118/TK/2000.
Referensi
Nugroho, Arifin Suryo. 2010. Fatmawati Sukarno, The First Lady. Yogyakarta: Ombak
Soekarno,
Fatmawati. 1978. Catatan Kecil Bersama
Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan